tirto.id - Sekjen DPP Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Sri Mulyono merespons saran mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana kepada DPR soal pemakzulan Presiden RI, Joko Widodo alias Jokowi.
Menurut Mulyono, Denny tidak memiliki alasan mendasar ihwal permintaanya untuk memakzulkan Jokowi. Ia menilai alasan pakar hukum tata negara itu hanyalah analisis yang dipaksakan.
"Denny seperti pendekar mabuk yang nabrak sana, nabrak sini dan tanpa panduan disiplin bernegara dan berkonstitusi," kata Mulyono kepada reporter Tirto, Kamis (8/6/2023).
Mulyono menilai sangat tidak tepat Denny mengirimkan surat kepada Pimpinan DPR. Pasalnya, Denny dinilai tidak memiliki standing politik terkait pemakzulan.
Ia menyarankan jika Denny serius, suratnya lebih tepat misalnya dikirim kepada Partai Demokrat yang sempat mengusungnya pada Pilkada Kalimantan Selatan dan punya hubungan khusus dengan SBY atau Susilo Bambang Yudhoyono.
"Yakinkan saja Partai Demokrat [PD] soal pemakzulan ini dan biarkan PD yang menyatakan sikapnya di DPR," ucap Mulyono.
Ia meminta Denny agar berpolitik dengan sikap yang terbuka dan ksatria.
Lebih lanjut, Mulyono mengatakan sebaiknya Denny mendesak para pemimpin politik untuk berpikir strategis demi kepentingan bangsa dan negara serta kemajuan demokrasi yang produktif, bukan terbawa pada pertarungan kepentingan politik masing-masing yang sangat egoistik.
Menurut dia, manuver-manuver politik Denny Indrayana patut diduga hanyalah cara dari partai tertentu untuk membuat keruh dan gaduh demi mengambil keuntungan politik sesaat.
"Di lain pihak juga hanya menghasilkan permusuhan-permusuhan politik tak berkesudahan yang merugikan demokratisasi dan persatuan nasional kita," pungkas Sri Mulyono.
Sebelumnya, Denny Indrayana melayangkan surat ke DPR RI yang berisi saran agar anggota DPR RI melakukan pemakzulan terhadap Jokowi. Saran itu Denny karena sejumlah alasan.
Pertama, Presiden Jokowi disebut menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menghalangi Anies Baswedan menjadi calon presiden.
"Bukan hanya Jusuf Wanandi (CSIS), yang dalam acara Rosi di Kompas TV, haqul yakin memprediksi bahwa pihak penguasa akan memastikan hanya ada dua paslon saja yang mendaftar di KPU untuk Pilpres 2024. Saya sudah lama mendapatkan informasi bahwa memang ada gerakan sistematis menghalang-halangi Anies Baswedan," tulis Denny pada surat yang diunggah di Twitter @dennyindrayana dikutip Tirto, Kamis.
Kedua, lanjut Denny, Presiden Jokowi membiarkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, mengganggu kedaulatan Partai Demokrat.
"Ujungnya pun menyebabkan Anies Baswedan tidak dapat maju sebagai calon presiden dalam Pilpres 2024," tutur Denny.
Ketiga, lanjut Denny Indrayana, Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres menuju Pilpres 2024.
"Berbekal penguasaannya terhadap Pimpinan KPK, yang baru saja diperpanjang masa jabatannya oleh putusan MK, Presiden mengarahkan kasus mana yang dijalankan, dan kasus mana yang dihentikan, termasuk oleh kejaksaan dan kepolisian," tulis Denny.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Reja Hidayat